BAB
I
LAPORAN
PENDAHULUAN
A.
PENGERTIAN
Marah merupakan perasaan jengkel
yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan
sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1995). Sedangkan menurut Depkes RI,
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi
I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu
dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Perasaan marah normal bagi tiap
individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat
berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaftif. Kekerasan adalah kekuatan fisik yang digunakan untuk menyerang atau merusak
orang lain, tindakan ini sering mengakibatkan cedere fisik.(Ann Isaacs, 2004 ).
Jadi berdasarkan pendapat para ahli
diatas maka dapat kita simpulkan bahwa amuk merupakan suatu tindakan kekerasan
yang dapat membayakan diri sendiri maupun orang lain yang ditandai dengan
ekspresi kemarahan, melakukan tindakan yang berbahaya, mengeluarkan kata-kata
ancaman dan melukai dari tahap yang paling ringan sampai berat/serius.
B.
ETIOLOGI
Menurut Stearen kemarahan adalah
kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit
hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan
yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang
tidak terpenuhi. Penyebabnya antara lain :
1. Frustasi : sesorang
yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya
menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang
lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2.
Hilangnya harga diri : pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama
untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut
mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung,
lekas marah, dan sebagainya.
3.
Kebutuhan akan status dan prestise : Manusia pada umumnya mempunyai keinginan
untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
Selain itu ada dua faktor yang menyebabkan marah,
yaitu :
A. Faktor Predisposisi
1. Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan dan
menganggu hubungan intrapersonal yang dapat meningkatkan stress
dan ansietas yang dapat berakhir dengan ganguan persepsi, klien mungkin menekan
perasaan sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2. Faktor Budaya
Budaya tertutup dan
membatas secara diam dan control sosial yang tidak pasti terhadap prilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah prilaku kekerasan diterima.
3.
Faktor
Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk, masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan, yaitu ditolak atau dihina dan dianiaya.
4. Factor Biologis
Kerusakan system limbie,
lobus frontal, lobus temporal dan ketidak keseimbangan membrane transmitter
turut berespon terhadap terjadinya prilaku kekerasan
B. Faktor Presipitasi
Dapat bersumbar dari
klien, lingkungan atau interaksidari orang lain, kondisi klien seperti
kelemahan fisik (penyakit fisik) keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri
yang kurang, dapat menjadi penyebab prilaku kekerasan. Faktor yang berkaitan
dengan marah antara lain :
·
Menyerang
atau menghindar (fight of flight)
·
Mengatakan
dengan jelas (assertivines)
·
Memberontak
(acting out)
·
Kekerasan
atau amuk (violence)
C. PROSES
TERJADINYA MARAH
D.
RENTANG
RESPON MARAH
Perbandingan
Perilaku Pasif, Asertif, dan Agresif
E. GEJALA / TANDA – TANDA MARAH (PERILAKU)
A. Emosi
·
Tidak adekuat
·
Tidak aman
·
Rasa terganggu
·
Marah ( dendam )
·
Jengkel
B. Intelektual
·
Mendominasi
·
Bawel
·
Sarkasme
·
Berdebat
·
Meremehkan
C. Fisik
·
Muka merah
·
Pandangan tajam
·
Nafas pendek
·
Keringat
·
Sakit fisik
·
Penyalahgunaan zat
·
Tekanan darah meningkat
D. Spiritual
·
Kemahakuasaan
·
Kebijakan / kebenaran diri
·
Keraguan
·
Tidak bermoral
·
Kebejatan
·
Kreativitas terlambat
E.
Sosial
·
Menarik diri
·
Pengasingan
·
Penolakan
·
Kekerasan
·
Ejekan
·
Humor
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada
yang menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa.
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan
marah diantaranya adalah:
1.
Perubahan
fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat,
pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar
meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
2.
Perubahan
emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak
tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
3.
Perubahan
perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk,
nada suara keras dan kasar.
F. MEKANISME
KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya
yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah
langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart
dan Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari
rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang
dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain (Maramis, 1998, hal
83) :
1. Sublimasi
: Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi
: Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya
tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi
: Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
4. Reaksi
formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5.
Displacement : Melepaskan perasaan yang
tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti
yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun
marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di
dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
G.
PENATALAKSANAAN
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa
amuk ada 2 yaitu:
a. Medis
1) Nozinan, yaitu
sebagai pengontrol prilaku psikososia.
2) Halloperidol, yaitu
mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
3) Thrihexiphenidil,
yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan
hiperaktivitas.
4) ECT (Elektro
Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada
keadaan amuk.
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Psikoterapeutik
2) Lingkungan terapieutik
3) Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
4) Pendidikan kesehatan
BAB
II
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN
MARAH
PENGKAJIAN
a.
Faktor
predisposisi
·
Riwayat
kelahiran dan tumbuh kembang (biologis).
·
Trauma karena
aniaya fisik, seksual atau tindakan kriminal.
·
Tindakan
antisosisal.
·
Penyakit yang
pernah diderita.
·
Gangguan jiwa
dimasa lalu.
·
Pengadaan
sebelumnya.
1) Aspek psikologis
Keluarga, pengasuh, lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis klien. Sikap atau keadaan yang dapat
memepengaruhi jiwa amuk adalah: penolakan dan kekerasan dalam
kehidupan klien. Pola asuh pada usia anak-anak yang tidak adekuat misalnya
tidak ada kasih sayang , diwarnai kekerasan dalam keluarga merupakan resiko
gangguan jiwa amuk.
2) Aspek sosial budaya
Kemiskinan, konflik sosial budaya, kehidupan
terisolasi, disertai strees yang menumpuk, kekerasan dan penolakan.
3) Aspek spiritual
Klien merasa berkuasa dan dirinya benar, tidak
bermoral.
b. Faktor fisik
1) Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, diagnosa
medis, pendidikan dan pekerjaan.
2) Keturunan
Adalah keluarga berpenyakit sama seperti klien atau
gangguan jiwa lainya, jika ada sebutkan.
3) Proses psikologis
a) Riwayat kesehatan masa lalu
- Apakah klien pernah sakit/ kecelakaan
- Apakah sakit tersebut mendadak/ menahun dan
meninggalkan cacat.
b) Bagaimana makan minum klien
c) Istirahat tidur
d) Pola BAB / BAK
e) Latihan
f) Pemeriksaan fisik
- Fungsi
sistem, seperti pernapasan, kardiovaskular, gastrointestinal, genitourineri,
integumen dan paru udara.
- Penampilan fisik,
berpakaian rapi/tidak rapi, bersih, postur tubuh (kaku, lemah, rileks, lemas).
c. Faktor
emosional
Klien merasa tidak aman, merasa terganggu, dendam, jengkel.
d. Faktor
mental
Cenderung mendominasi, cerewet, kasar, keremehan dan
suka berdebat.
e. Latihan
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan,
ejekan, sindiran.
MASALAH KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan
2. Resiko mencederai
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
POHON MASALAH
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Resiko tinggi
kekeasan: mencedarai diri sendiri/ orang lain dan lingkungan.
2.
Perilaku kekerasan berhubungan dengan
harga diri rendah
Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko
tinggi kekerasan: mencedarai diri sendiri/ orang lain dan lingkungan.
- Tujuan
umum: Klien tidak menciderai orang lain dan diri sendiri
- Tujuan
khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenal amarahnya
3. Klien dapat mengendalikan emosinya
4. Klien dapat dukungan dari keluarganya untuk mengontrol
amarahnya.
5. Klien dapat memanfaatkan obat sebaik mungkin.
- Intervensi
:
1. Dirikansebuah kepercayaan
dalam diri klien, seperti: jangan berusaha berdebat/ menentang amuknya,
yakinkan klien bahwa dia dalam keadaan aman dan jangan tinggalkan klien
sendirian.
Rasional: menghindari kecurigaan dan menimbulkan
keterbukaan.
2.
Kaji tingkat
kecemasan klien
Rasional: memperkirakan kemungkinan terjadi kekerasan.
3.
Kaji persepsi
sensori klien yang dapat menimbulkan keinginan melakukan kekerasan.
Rasional: memahami isi pikir klien sehingga dapat
mengetahui perubahan isi pikir klien.
4.
Jangan menerima/
mengkritik isi pikir klien yang salah.
Rasional: hal tersebut dapat menimbulkan konflik yang
dapat menghambat proses interaksi.
5.
Pertahankan
sikap yang tenang terhadap klien.
Rasional: ansietas perawat
memancing klien lebih agitasi.
6.
Ajarkan klien
latihan relaksasi.
Rasional: membantu mengatasi meningkatnya stimulus.
7.
Kolaborasi
dengan tim medis dalam pembrian obat-obatan tranquilizer dan pantau
keevektifitasannya dan efek sampingnya.
Rasional: sebagai pengontrol prilaku psikosis dan
penenang hiperaktivitas.
Diagnosa 2 : Perilaku kekerasan berhubungan dengan
harga diri rendah
- Tujuan
umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan
orang lain
- Tujuan
khusus :
1. Klien
dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang
digunakan.
4. Klien dapat menetapkan dan
merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai
kondisi sakit dan kemampuannya.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada.
- Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya
memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi
selanjutnya.
2.
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal
positif yang masih dimiliki klien.
3.
Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif
dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
4.
Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5.
Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan
kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
6.
Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan
pasien adalah membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang
lebih adaptif.
7.
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga
diri rendah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan
keluarg a dalam merawat klien secara bersama.
8. Bantu
keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional : meningkatkan peran serta
keluarga dalam membantu klien meningkatkan harga diri rendah.
EVALUASI
a. Pada
klien
1) Klien tidak menciderai diri dan orang lain.
2) Klien mampu mempertahankan hubungan akrab
dengan orang lain.
3) Klien dapat mengontrol
perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain
b. Pada
keluarga
1) Keluarga dapat
memberi support sistem yang positif untuk menyembuhkan klien.
2) Keluarga mampu
merawat klien
3) Keluarga
mampu mengetahui kegiatan apa yang perlu klien lakukan dirumah (buat jadwal).
4) Keluarga mengetahui cara pemberian obat dengan
benar dan waktu yang tepat
STRATEGI
PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
DENGAN
KLIEN GANGGUAN MARAH
Masalah : Gangguan Marah
Pertemuan : ke 1 (satu)
A.
Proses Keperawatan
1.
Kondisi
Klien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena
dirumah sering marah-marah dan ingin memukul seseorang yang menasehatinya.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko
mencederai orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
3. Tujuan khusus
TUK 1 : Membina hubungan saling percaya
B.
Proses Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi, nama saya ..., panggil saya
....., saya perawat di sini. Namanya siapa, senang dipanggil apa?”
b. Evaluasi/validasi
“Ada apa dirumah sampai dibawa kemari?”
c. Kontrak
• Topik
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap
tentang hal-hal yang menyebabkan Mas/mbak marah?”
• Tempat
“Mau dimana kita
bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tunggu
saja?”
•
Waktu
“Mau berapa lama?
Bagaimana kalau 10 menit saja?”
2. Kerja
• “Apa yang membuat Mas/mbak marah-marah?”
• “Apakah ada yang membuat Mas/mbak kesal?”
• “Apakah sebelumnya Mas/mbak pernah marah?”
• “Apa penyebabnya? Apakah sama dengan yang sekarang?”
• “Baiklah, jadi ada yang menyebabkan Mas/mbak marah-marah
ya!”
3. Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Mas/mbak
setelah kita bercakap-cakap?”
b. Evaluasi Objektif
“Coba sebutkan 3 penyebab Mas/mbak
marah-marah, bagus sekali”
c. Rencana tindak lanjut
“Baiklah, waktu kita sudah habis, nanti
coba Mas/mbak ingat lagi, penyebab marah yang belum kita bicarakan”
d. Kontrak
• Topik
“Nanti
kita akan bicarakan perasaan Mas/mbak pada saat marah dan cara
marah yang biasa
Mas/mbak lakukan
• Tempat
“Mau
dimana kita bicara? Bagaimana kalau disini?”
• Waktu
“Kira-kira 30 menit
lagi ya, sampai nanti”
Masalah : Perilaku Kekerasan
Pertemuan : ke 2 (dua)
A.
Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien dapat menyebutkan penyebab
marah
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko mencederai orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan.
3. Tujuan khusus
TUK 2 : Klien dapat mengenal amarahnya
B.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi Mas/mbak ”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Mas/mbak saat ini ?”
“Apakah Mas/mbak masih sering marah ?”
c. Kontrak
• Topik
“Baiklah kita akan membicarakan perasaan
Mas/mbak saat sedang marah”
• Tempat
“Mau dimana? Bagaimana kalau di ruang tunggu saja?
• Waktu
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit saja?”
2. Kerja
• “Mas/mbak pada saat dimarahi oleh ibu apa yang Mas/mbak
rasakan?”
• “Apakah ada perasaan kesal, tegang, mengepalkan tangan, mondar-mandir?”
• “Lalu apa yang biasanya Mas/mbak lakukan?”
• “Apakah sampai memukul? Atau Cuma marah-marah saja?”
• “Mas/mbak , coba praktekkan cara marah
pada ....., anggap perawat (saya) adalah orang tua yang membuat Mas/mbak
jengkel,(beri apresiasi wah bagus sekali”)
• Nah, bagaimana perasaan Mas/mbak setelah memukul meja?”
• Apakah masalahnya selesai?”
• Apa akibat perilaku Mas/mbak ”?
• “Betul, tangan jadi sakit, meja bisa rusak, masalah tidak
selesai dan akhirnya
dibawa kerumah sakit”
• “Bagaimana Mas/mbak, maukah belajar cara
mengungkapkan marah yang benar dan sehat”
• Baiklah waktu kita sudah habis”
3. Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan Mas/mbak setelah kita
bercakap-cakap?”
b. Evaluasi Objektif
• “Apa saja tadi yang kita bicarakan?”
• “Benar, perasaan saat marah, apa saja tadi?ya betul, lagi,
OK!”
• “Lalu cara marah yang lama, apa saja tadi? Ya betul, lagi,
OK!”
• “Dan akibat marah, apa saja? Ya betul, sampai dibawa
kerumah sakit”
c. Rencana tindak lanjut
“Baiklah, sudah banyak yang kita bicarakan, nanti coba
ingat-ingat lagi perasaan Mas mbak sewaktu marah, dan cara Mas/mbak marah serta
akibat yang terjadi, kalau di rumah sakit ada yang membuat Mas/mbak marah
beritahu saya ya”
d. Kontrak
• Waktu
“Besok satu bulan lagi kita ketemu ya”
• Tempat
“Bagaimana kalau disini lagi?”
• Topik
“Besok kita mulai latihan cara marah yang baik dan sehat,
sampai besok ya!”
DAFTAR
PUSTAKA
Issac
Ann. 2004. Keperawatan dan Kesehatan Jiwa
Psikiatrik Edisi 3. Jakarta : EGC.
Keliat,
Budi Anna. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
EGC.
Stuart
& Sunden. 2001. Buku Saku Keperawatan
Jiwa. Jkarta : EGC.
http://kep
jiwa/askep perilaku kekerasan.html
http://kep
jiwa/askep marah.html