LAPORAN PENDAHULUAN
1. DEFINISI
Ansietas
adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika
merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki
firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang
mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai
stimulus ansietas (Corner, 1992). Ansietas merupakan alat peringatan internal
yang memberikan tanda bahaya kepada individu.
Kecemasan
memiliki nilai yang positif. Menurut Stuart dan Laraia (2005) aspek positif
dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju perkembangan dan
pengalaman mengatasi kecemasan. Tetapi pada keadaan lanjut perasaan cemas dapat
mengganggu kehidupan seseorang.
Sisi negatif ansietas atau sisi yang
membahayakan ialah rasa khawatir yang berlebihan tentang masalah yang nyata
atau potensial. Hal ini menghabiskan tenaga, menimbulkan rasa takut, dan
menghambat individu melakukan fungsinya dengan adekuat dalam situasi
interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial. Diagnosis gangguan ansietas
ditegakkan ketika ansietas tidak lagi berfungsi sebagai tanda bahaya, melainkan
menjadi kronis dan mempengaruhi sebagian besar kehidupan individu sehingga
menyebabkan perilaku maladaptif dan disabilitas emosional. Misalnya, diagnosis
gangguan ansietas umum ditegakkan ketika individu selalu khawatir tentang
sesuatu atau semua hal tanpa alasan yang nyata, merasa gelisah, lelah, dan
tegang, serta sulit berkonsentrasi selama sekurang-kurangnya enam bulan
terakhir. Makalah ini berfokus pada gangguan ansietas yang menyebabkan ansietas
yang ekstrenm dan melemahkan, yang mengganggu kehidupan sehari-hari individu.
2. ETIOLOGI (PENYEBAB)
Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6.
Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
3. TINGKATAN ANSIETAS
Ansietas
memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang
bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik
individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam, Videbeck,
2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang,
berat dan panik.
1. Ansietas
ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian
khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian
untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi
diri sendiri. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah
sebagai berikut :
a.
Respons fisik
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
- Ketegangan otot ringan
- Sadar akan lingkungan
- Rileks atau sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
b.
Respon kognitif
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan memperhatikan banyak hal
- Mempertimbangkan informasi
- Tingkat pembelajaran optimal
c.
Respons emosional
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
2. Ansietas
sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar
berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut Videbeck (2008), respons
dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a.
Respon fisik :
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
- Ketegangan otot sedang
- Tanda-tanda vital meningkat
- Pupil dilatasi, mulai berkeringat
- Sering mondar-mandir, memukul tangan
- Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
- Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
- Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
b.
Respons kognitif
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
- Lapang persepsi menurun
- Tidak perhatian secara selektif
- Fokus terhadap stimulus meningkat
- Rentang perhatian menurun
- Penyelesaian masalah menurun
- Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
c.
Respons emosional
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
- Gembira
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri goyah
- Tidak sabar
- Gembira
3. Ansietas
berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons
takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah
sebagai berikut :
a.
Respons fisik
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat meningkat
- Bicara cepat, nada suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
- Rahang menegang, mengertakan gigi
- Mondar-mandir, berteriak
- Meremas tangan, gemetar
b.
Respons kognitif
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
- Lapang persepsi terbatas
- Proses berpikir terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah buruk
- Tidak mampu mempertimbangkan informasi
- Hanya memerhatikan ancaman
- Preokupasi dengan pikiran sendiri
- Egosentris
c.
Respons emosional
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
4. Panik,
individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya
kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Menurut
Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a.
Respons fisik
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga
- Flight, fight, atau freeze
- Ketegangan otot sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
- Wajah menyeringai, mulut ternganga
b.
Respons kognitif
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
- Persepsi sangat sempit
- Pikiran tidak logis, terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat menyelesaikan masalah
- Fokus pada pikiran sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami stimulus eksternal
- Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c.
Respon emosional
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah
- Merasa terbebani
- Merasa tidak mampu, tidak berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah
Gambar berikut
adalah rentang respon ansietas:
4. FAKTOR PREDISPOSISI
Stressor
predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan
timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut
dapat berupa:
- Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
- Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
- Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
- Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
- Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
- Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
- Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
- Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
5. FAKTOR PRESIPITASI
Stresor
presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan
timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
- Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi :
- Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
- Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
- Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
- Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
- Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
6. SUMBER KOPING dan MEKANISME KOPING
- SUMBER KOPING
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan
dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari
sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset
ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini.
Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi
strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).
- MEKANISME KOPING
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara
konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau
tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi,
mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada
kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis,
tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak
mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan
banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan
ada dua jenis, yaitu :
A.
Task
oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin
dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi
kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk
mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a.
Perilaku
menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
b.
Perilaku
menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan
seseorang dari sumber stress.
c.
Perilaku
kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti
tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
B.
Ego
oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu
sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk
melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya
mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai
penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif,
perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a.
Perawat
dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b. Tingkat
penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap
disorganisasi kepribadian.
c.
Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan
terhadap kemajuan kesehatan klien.
d.
Alasan
klien menggunakan mekanisme pertahanan.
STRATEGI PELAKSANAAN
1. STRATEGI PELAKSANAAN 1
Masalah Keperawatan
|
Tindakan Keperawatan
pada Pasien
|
Tindakan Keperawatan
pada Keluarga
|
Ansietas
|
SP I p
|
SP
I k
|
SP II p
|
SP
II k
|
|
SP III p
|
SP
III k
|
2. STRATEGI PELAKSANAAN 2
SP
1 : Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal ansietas, dan
membantu
pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan cemas
Fase Orientasi:
“Assalamualaikum pak, perkenalkan nama
saya Dayat, panggil saya dayat, saya perawat yang akan merawat bapak dan datang
kerumah bapak seminggu dua kali, yaitu hari rabu dan Sabtu jam 10.00 pagi. “Nama bapak
siapa, suka dipanggial apa?” “Bagaimana perasaan bapak hari ini? Oh, jadi
bapak merasa tidak nyaman?”, “Baiklah pak, kita akan berbincang-bincang tentang
perasaan yang bapak rasakan. “Berapa lama kita bincang-bincang? “Bagaimana kalau 20
menit”.”Dimana tempatnya pak? Bagaimana kalau disini saja?”
Fase Kerja:
“Apa yang
bapak rasakan?, “Bagaimana perasaan itu bisa muncul?”. “Apa yang bapak
lakukan jka
perasaan itu cemas itu muncul?”. “Oh, jadi bapak mondar-mandir dan banyak
bicara jika
perasaan cemas dan tidak nyaman itu muncul”.”Ada peristiwa apa sebelum
ansietas itu
muncul? “Atau adakah hal-hal yang bapak pikirkan sebelumnya?” “Jadi bapak
akan merasa
cemas jika ada pekerjaan bapak yang belum bisa bapak selesaikan. Bisa kita
diskusikan
apa yang membuat pekerjaan bapak tidak selesai? Oh, jadi bapak merasa beban
kerja yang
diberikan diluar kesanggupan bapak untuk menyelesaikannya. . “Apakah
sebelumnya
bapak pernah mendapatkan beban kerja yang tinggi pula? Apakah bapak bisa
menyelesaikan
pekerjaan tersebut? Wah, baik sekali, berarti dulu bapak mampu menyelesaikan pekerjaan yang banyak.
Bagaimana cara bapak menyelesaikan pekerjaan itu
waktu dulu?”.
Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita
bincang-bincang?”, “Coba bapak sebutkan lagi apa yang membuat Bapak cemas?” apa
perubahan yang bapak rasakan dengan kondisi kecemasan,”. “Dua hari lagi saya akan datang
untuk mengajarkan latihan relaksasi, jam 10.00 tempatnya disini ya Pak,
Sekarang saya pamit dulu Assalamualaikum Wr Wb.”
SP 2 : Mengontrol Kecemasan Dengan Relaksasi Nafas
Dalam
Fase Orientasi:
“Assalamualaikum Pak Ahmad,
bagaimana perasaan bapak hari ini?’ Apakah bapak sudah melatih cara mengalihkan
situasi untuk menghilangkan kecemasan Bapak?’, “Sesuai janji kita dua hari yang
lalu, hari ini saya datang kembali untuk mendiskusikan tentang latihan
relaksasi dengan tehnik tarik napas dalam.” Berapa lama kita akan berlatih pak?
“Bagaimana jika 20 menit?” Dimana kita diskusi? “Bagaimana jika di halaman samping?”
Fase Kerja:
Pak, kemarin waktu kita
diskusi bapak mengatakan bahwa saat cemas rasanya seluruh badan bapak tegang,
baik fikiran maupun fisik, Nah, latihan relaksasi ini bermanfaat untuk membuat
fisik bapak relak atau santai. Dalam latihan ini bapak harus memusatkan pikiran
dan perhatian bapak pada pernapasan, gerakan mengembang dan mengempisnya otot
dada bapak saat bernapas . Bisa kita mulai pak?” Sekarang bapak silahkan duduk tegap
seperti saya. Pertama-tama: bapak tarik napas perlahan-lahan, dalam hitungan
satu, bapak pikirkan bahwa adara memasuki bagian bawah paru-paru bapak, pada
hitungan dua bapak bayangkan udara mengisi bagian tengah paru-paru bapak dan
pada hitungan tiga bapak bayangkan seluruh paru-paru bapak sudah terisi dengan
udara, setelah itu tahan napas dalam hitungan tiga setelah itu bapak hembuskan
udara melalui mulut dengan meniup udara perlahan-lahan. Nah, sekarang bapak
lihat saya mempraktekkanya. “Sekarang coba bapak praktekkan! “Wah, bagus sekali
bapak sudah mampu melakukannya. “ Bapak bisa latih kembali relaksasi nafas
dalam.
Fase teminasi:
“bagaimana perasaan bapak
setelah latihan tarik napas dalam ini?” Coba bapak ulangi satu kali lagi””
Bagus sekali.” Setiap kali bapak mulai merasa cemas, bapak bisa langsung praktekkan
cara ini. “Lusa saya akan datang lagi untuk mengajarkan latihan yang lain yaitu
dengan mengendurkan dan mengencangkan seluruh otot bapak. Seperti biasa pak Jam
10.00 WIB. Assalamualaikum Pak ahmad.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
Diagnosa Keperawatan NANDA NIC-NOC
(terjemahan)
Hawari,
D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan
Depresi, Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Ibrahim, Ayub Sani. 2007. Panik
Neurosis dan Gangguan Cemas. Dua As-As : Jakarta
Kaplan, Harold I, dkk. 1998. Ilmu
Kedokteran Jiwa Darurat. Widya Medika : Jakarta
Mansjoer, A.,
1999, Kapita Selekta Kedokteran,
Edisi 3, Jilid 1, Penerbit Aesculapius : Jakarta.
Nurjannah, I.,
2004, Pedoman Penanganan Pada Gangguan
Jiwa Manajemen, Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Penerbit
MocoMedia :
Yogyakarta.
Stuart,
G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, EGC : Jakarta.
Suliswati,
dkk., 2005, Konsep Dasar Keperawatan
Kesehatan Jiwa, EGC : Jakarta.
Videbeck,
S.J., 2008, Buku Ajar sKeperawatan Jiwa, EGC : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar